Mereka Cacat Fisik, tetapi Tidak Cacat Mental
Terkadang kita sering merasa kasihan ketika kita melihat seseorang yang memiliki cacat ditubuhnya. Misalnya buta, tuna rungu, anggota tubuh yang tidak lengkap, de el el. Terlebih yang mengalami cacat tersebut adalah anak kecil, bahkan sering terdengar diberita ada orang tua yang tega membuang bayinya yang mengalami cacat fisik. Sungguh menyedihkan...
Padahal, sejarah telah mencatat cukup banyak orang-orang yang berprestasi yang membuat perubahan pada dunia, dan membuat dirinya terkenal hampir diseluruh penjuru dunia adalah orang yang tidak memiliki kesempurnaan fisik. Ambil saja contoh seperti Helen Keller yang buta, Alexander Graham Bell yang tuna rungu, de el el...
Seorng tuna netra bernama Thaha Huessein pun pernah menjadi mentri pendidikan di Mesir, betapa kita tidak dapat menyadarinya bahwa mereka yang memiliki ketidak sempurnaan pada tubuhnya bisa menjadi seorang yang berprestasi sedangkan kita yang anggota fisiknya lengkap tidak dapat menjadi seperti mereka ?
Mereka terlahir ke dunia dalam keadaan cacat. Tetapi kecacatannya itu tidak menghalanginya untuk maju dan berbuat yang terbaik untuk manusia.
Ujian yang mahaberat, jika disikapi dengan pikiran terbuka dan jiwa yang lapang, bisa mengobarkan semangat perjuangan yang tak gampang padam. Dan, semangat itulah yang dikobarkan seorang bocah bernama Qian Hongyan.
Dan kita memang terkadang perlu belajar dari seorang anak kecil. Jika kita ingat kembali masa lalu kita sebagai anak kecil yang baru belajar bejalan, sungguh kuat tekat mereka untuk menerjang semua halangan dan tantangan hanya untuk bisa berjalan. Meski telah jatuh berkali-kali, namun mereka bangun kembali untuk belajar berjalan kembali agar bisa berjalan seperti kita kini.
Dan sebenarnya semangat anak kecillah yang bisa dijadikan sebagai "Bara Api" yang terus menyala di tengah gelap dan kerasnya ujian bagi sesosok anak kecil. Qian Hongyan
Sosok gadis berusia belasan tahun dari negeri China, betapa malangnya nasibnya. Ujian yang menimpa Qian memang sangat berat. Betapa tidak, di usianya yang masih sangat dini, ia mengalami kecelakaan fatal yang mengakibatkan separuh tubuhnya hingga batas pinggang harus diamputasi...
Kondisinya itu diperparah dengan keadaan ekonomi orangtua Qian yang tidak berkecukupan untuk mengobatinya. Karena itu, keluarga gadis cilik yang tinggal di Zhuangxia, China itu tak mampu memberikan kaki palsu untuk Qian. Sebagai gantinya, keluarganya tersebut menyangga tubuh Qian dengan potongan bola basket. Sebuah solusi yang jauh dari kata nyaman seperti kaki-kaki palsu lainnya...
Namun, meski ia tumbuh dengan keterbatasan. Qian membuktikan bahwa dunia belumlah tamat bagi dirinya. Ia tumbuh menjadi gadis yang periang dan murah senyum seolah-olah tak terjadi apapun dalam dirinya. Dengan memamtulkan bola basket di bagian bawah tubuhnya, dan dibantu penyangga untuk membantu dirinya bergerak, Qian tetap bisa menjadi anak yang lincah layaknya anak normal lainnya...
Kecacatan fisik bukanlah hambatan bagi seseorang untuk berprestasi, karena cacat mentallah sesungguhnya yang menyebabkan kita menjadi pecundang (Bukan Pemenang). Memenangkan diri melawan mental yang malas, tidak kreatif, memperturutkan hawa nafsu adalah tugas yang besar dan akan membawa kemuliaan hidup. Belajarlah dari orang-orang yang terlahir dalam kecacatan atau kekurangan masih tetap berprestasi (bersyukur). Bersyukur adalah prestasi, kalau mereka saja bisa melakukan perubahan besar dalam kehidupan ini, Kenapa kita tidak ?.sekali lagi katakan dalan hati dan keraskan dalam ucapan lisan ” KALAU DIA BISA, SAYA JUGA BISA” .
Semoga memberikan kemanfaatan, insyaAllah dalam tulisan ini akan di bahas kisah hidup yang menginspirasi diri kita sendiri ^^, Dan mohon maaf bila ada kesalahan tulisan dalam postingan ini, serta bila postingan ini telah ada yang mendahului ^^…


0 komentar:
Posting Komentar